WELCOME TO MY BLOG

Minggu, 31 Mei 2009

Good bye my friend


Hari Jum'at 29 Mei 2009, sekitar pukul 3.15 pagi
Gw bersiap hari ini akan ditinggal pergi oleh seorang teman, sahabat, Kakek gw Jasmani Ali alias Aman( topi hijau PPP) ke Jambi...
Dia adalah seorang teman yg menurut gw cukup baik walopun kdng suka membuat kesal...
good bye bro...gw akan selalu ingat kenangan mulai dari gw kecil sampai sekarang...
waktu gw kecil lo ngajarin gw main bola, jalan2 ke senayan, jalan ke ITC, kita bermain PS2 bersama tahun baru 2009 sampe akhirnya rusak lalu membetulkannya hujan2an, pulang dari rumah Om Upik ujan2an, kampanye bersama anak2 paska 45, pergi ke rumah pak Rw dan kelurahan bersama, pergi nge cek TPS bersama...nongkrong di wartel dan warteg bersama...pokonya cukup banyak kenangan gw bersama Teman ,sahabat dan Kakek gw ini......
Nonton ke bioskop hhaaa makan malem makan siang di rumah, sms lo yg mengingatkan agar gw dan mia jgn pulang malem...sebuah kenangan euyyy
Foto diatas gw gak nyangka itu adalah foto yang memang bener2 akan menjadi yg terakhir dan memang satu2nya foto yg ada gw ama lo, sebuah foto perpisahan...
Terima kasih bro...mudah2an kita bisa bertemu kembali di lain waktu....
sms terakhir lo saat masih di Jakarta kepada anak2 DM dan Paska 45:
"met, berjuang kwn, kobarkan smangat 45 mu! jaga ank2 dr godaan monon!j..."
Insya Allah akan selalu gw ingat....
sekali lagi dengan dada membusung dan pandangan tegap gw ucapkan juga
good bye Jas, you are the best Friend!
good bye my friend...


Senin, 18 Mei 2009

Belajar Politik pada K.H Idham Chalid

Belajar Politik pada KH. Idham Chalid



Sunday, 23 March 2008

Judul Buku: Idham Chalid, Guru Politik Orang NU
Penulis: Ahmad Muhajir
Penerbit: Pustaka Pesantren Jogjakarta
Cetakan: Pertama, Juni 2007Tebal: xx + 169 halaman
Peresensi: Titik Suryani*

Tak bisa disangkal, Idham Chalid adalah sosok kontroversial dalam sejarah perpolitikan Nahdlatul Ulama (NU). Ia dianggap sebagai politikus yang tidak memiliki pendirian, mementingkan diri sendiri (egois), dan banyak merugikan kepentingan umat. Bahkan, sikap politiknya yang—dianggap—selalu mengambang di atas dan sering lebih menguntungkan pihak penguasa, membuat dirinya mendapat julukan ‘politikus gabus’ dari Gerakan Pemuda Ansor--organisasi sayap pemuda NU.

Benarkah semua asumsi itu? Buku ini secara jeli berusaha menguak sisi ruang batin Idham Chalid yang tidak terekam oleh ‘sejarah resmi’. Ahmad Muhajir, dalam buku ini, berupaya mengungkap apa yang disebut Urvashi Butalia sebagai ‘sisi balik senyap’ (the other side of silent), yakni berbagai hal tentang Idham yang riil dan hidup di tengah masyarakat, namun tidak dianggap penting sehingga tidak ter(di)suguhkan kepada kita. Berbeda dari persepsi umum yang berkembang di masyarakat mengenai gerak langkah ‘politik abu-abu’ Idham, buku ini mengangkat ‘sisi senyap’ di balik gerakan politik Idham. Melalui buku ini, penulis menelisik lebih jauh ruang terdalam manusiawi seorang tokoh kelahiran Kalimantan Selatan 85 tahun silam tersebut.

Sebagai seorang tokoh NU, Idham memainkan dua lakon berbeda, yakni sebagai ulama dan politisi. Sebagai politisi, ia melakukan gerakan strategis, kompromistis, dan terkesan pragmatis. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel dengan tetap tidak terlepas dari jalur Islam dan tradisi yang diembannya. Ia telah berusaha keras mengupayakan terbentuknya kestabilan kondisi umat di bawah (grassroot) yang menjadi tanggungjawabnya. Meski berbagai stereotip bakal menimpa, ia tak memedulikannya.

Baginya, yang terpenting—dalam berpolitik—adalah berorientasi pada kemaslahatan dan berguna bagi banyak orang. Karenanya, tidak (perlu) harus ngotot dan kaku dalam bersikap, sehingga umat senantiasa terjaga kesejahteraan fisik dan spiritualnya. Apalagi di masa itu kondisi politik sedang mengalami banyak tekanan keras dari pihak penguasa dan partai politik radikal semacam PKI dengan gerakan reformasi agraria (land reform) dan pemberontakannya.
Strategi politik tersebut dilandaskan pada tiga prinsip. Pertama, lebih menekankan sikap hati-hati, luwes dan memilih jalan tengah ketimbang sikap memusuhi dan konfrontasi yang justru membahayakan kepentingan umat. Kedua, politik yang memperhitungkan kekuatan umatnya di hadapan kekuatan rezim atau kekuatan lain di tengah masyarakat. Ketiga, dengan menggunakan pendekatan partisipatoris terhadap pemerintah sehingga mampu memengaruhi kebijakan penguasa demi kemaslahatan umat.

Dalam kaitan ini, Idham memandang bahwa NU harus ikut andil dalam kekuasaan sebagai kekuatan penyeimbang. Cara ini dianggap lebih tepat ketimbang berada di luar kekuasaan yang justru lebih menyulitkan untuk bergerak. Hal ini, misalnya, terlihat ketika ia mengompromikan langkah pemerintah pada masa Orde Lama dengan Demokrasi Baru. Akan tetapi, ketidakmengertian tentang arah politik Idham tersebut, menyebabkannya harus tersingkir dan ter(di)lupakan begitu saja.

Karena itu, kehadiran buku ini tentu saja dapat membuka tabir tersembunyi atau sisi senyap pemikiran seorang Idham, sekaligus menambah deretan mozaik langkah para politisi NU dalam kancah politik yang kurang banyak diungkap ke permukaan. Selain itu, buku ini juga dapat digunakan sebagai rujukan jejak politik tokoh-tokoh politik NU dalam mewujudkan strategi politik di masa lampau seiring semakin maraknya para ulama masa kini yang masuk ke ruang politik ketimbang ruang keumatan.

Di samping itu, nilai tambah buku ini adalah, Ahmad Muhajir juga melakukan tinjauan terhadap literatur-literatur ilmiah tentang Idham Chalid, seraya menyediakan gambaran bagaimana Idham dipotret oleh para sarjana Indonesia dan Barat. Akan tetapi, bagian utama dari teks ini dipersembahkan untuk menjelaskan dan menganalisis pemikiran politik keagamaan Idham, terutama yang berhubungan dengan sikap-sikap NU dalam merespon Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin. Muhajir memusatkan diri pada penafsiran Idham mengenai konsep syura serta bagaimana tafsiran itu digunakan untuk menjustifikasi penerimaan ideologi semi-otoriter Demokrasi Terpimpin.
Namun demikian, sekalipun bersimpati dalam menggambarkan sang tokoh, Muhajir tetaplah kritis. Sebagai sesama orang Banjar, tentu saja Muhajir memiliki wawasan budaya dan akses kepada sumber-sumber yang tidak dipunyai para sarjana terdahulu. Dia meneliti literatur klasik mengenai syura dan membandingkannya dengan penafsiran yang lebih kontemporer, sebelum berargumen bahwa tulisan-tulisan Idham mengenai konsep ini dipengaruhi oleh situasi politik yang dihadapi NU pada akhir 1950-an.
Praktis, buku setebal 169 ini layak dibaca siapa saja sebagai suatu permulaan bagi perdebatan yang lebih dalam mengenai kiprah Idham Chalid dan perannya dalam sejarah perpolitikan NU. Semoga!
*Peresensi adalah Penikmat Buku dan Kontributor Jaringan Islam Kultural
Sumber: www.nu.or.id

Sabtu, 16 Mei 2009

TAK ADA YANG ABADI, BERSIAPLA PARA PENGGANTI

Foto diatas adalah foto waktu gw nge-MOS anak kelas X angkatan 2008-2011, tepatnya kelas X-I, hari terus berganti. Tak terasa kini gw harus meninggalkan SMAN 3 Jakarta, sekolah yang telah memberikan ilmu dan pengalaman berkesan..Tak terasa pula gw yang dulu nge-MOS sekarang akan di-MOS hhee..good bye SMAN 3 Jakarta, good bye junior yang gw banggakan teruskan perjuangan kami untuk memajukan SMAN 3 Jakarta, good bye....Jaya- jayalah SMA 3 untuk selama-lamanya!

"TAK ADA YANG ABADI, BERSIAPLAH PARA PENGGANTI"

Kamis, 14 Mei 2009

Tersangkut di Tiang


Kamis, 14 Mei 2009....


Seperti biasa gw bangun pagi hari pukul 05.00 WIB...

hari ini dijadwalkan jam 8 akan ada briefing bwat Buku Tahunan Sekolah dan gw juga ada janji dengan Indah (JUNIOR MPK), KETUM MPK 2009-10 bwat minjemin jaket..


nAmun hujan turun dengan deras, jadi gw baru berangkat ke 3 pukul 10-an abis ujan..

wuiih kondisi jalan jakarta saat itu macet..karena terburu buru maka saya mencoba naik trotoar( maaf agak melanggar, baru pertama kali ko)..tiba2 diujung trotoar terdapat tiang2 gitu dan jarak antara jalan dan trotoar sangat tinggi..mau mundur gengsi gw..akhirnya gw terobos aja tuh tiang2...dan sreeeeetttt Honda Beat gw tersangkut di tiang tersbut tapi gw paksa ja masuk dan berhasil walaupun Beat tercinta baret2(maaf ya blue beat)langsung gw cabutt sekenceng mungkinn deh dengan prasaan yg bercampur aduk...


Kini nyesel gw ngeliat Beat gw yg udah kyk hewan pliharaan gw baret..akibat kekonyolan gw tuh hhee..


"MOHON JANGAN DITIRU TINDAKAN INI DI RUMAH"


Kamis, 07 Mei 2009

Jum'at,8 Mei 2009.Hari Terakhir di Kelas XII IPS A


Jum'at, 8 Mei 2009
Hari berganti hari, bulan berganti bulan tak terasa sudah satu tahun saya berada di kelas XII IPS A, SMAN 3 JAKARTA....Kelas yang sangat penuh kisah2 tak terlupakan..kelas yang mempunyai wali kelas yang amat sabar hhe..kelas yang mempunyai kekompakan dalam menghadapi ujian..kelas yang penuh dengan kegembiraan.. mulai dari kegiatan ngumpetin tas/barang temen sampai cabut bersama..
Kini tinggal menghadapi Ujian sekolah hari Senin nanti..
Ayo semangat, XII IPS A..

Selasa, 05 Mei 2009

Nasib Para Peserta Olimpiade Sains dari Indonesia

Indonesia memang terus meraih medali mulai dari emas, perak dan perunggu dalam Olimpiade Sains Internasional, namun setelah lulus dari Sekolah Menengah banyak para peraih medali seakan tenggelam ditelan bumi, tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah (DEPDIKNAS). Selain peserta OSI yang tenggelam ditelan bumi, adapula para Peserta OSN tingkat Provinsi ataupun Tingkat Kotamadya.
Para peserta OSN tingkat Propinsi lebih tragis lagi nasibnya, mereka tidak mendapatkan penghargaan sama sekali,(saya peserta OSN Kebumian 2008 Propinsi DKI Jakarta dari Jakarta Selatan) padahal kami mengharapkan setidaknya mendapatkan piagam penghargaan yang membukikan kami telah berpartisipasi dalam kegiatan yang membawa nama daerah tersebut. Hal ini membuktikan bahwa para peserta hanya diandalkan dalam waktu tertentu setelah itu dilupakan...jika ini dibiarkan terus bisa menyebabkan tidak termotivasi untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Mudah-mudahan para pejabat berwenang segera tanggap tentang situasi tersebut, jangan hanya memperjuangkan dana anggaran Pendidikan yang besar tetapi implementasi dari dana tersebut tidak tahu kemana larinya...
"UNTUK INDONESIA RAYA TERCINTA"

Sabtu, 02 Mei 2009

BIOGRAFI K.H.IDHAM CHALID

BIODATA
Nama : KH. Dr. Idham Chalid
Lahir : Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921
Alamt: Jalan Fatmawati,Komp.Darul Ma'arif Jakarta Selatan
Jabatan Penting :

Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU)
Ketua Partai Masyumi
Pendiri/Ketua Partai NU
Pendiri/Ketua Partai Persatuan Pembangunan ( PPP)
Wakil Perdana Menteri Indonesia
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR
Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I (1968-1973)
Menteri Sosial
Tim Penasehat Presiden, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)

PENGHARGAAN: Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo, Mesir

BIOGRAFI

KH Idham Chalid kelahiran Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921, seorang ulama dan politikus pelaku filosofi air. Dia seorang tokoh Indonesia yang pernah menjadi pucuk pimpinan di lembaga eksekutif, legislatif dan ormas (Wakil Perdana Menteri, Ketua DPR/MPR, dan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama). Juga pernah memimpin pada tiga parpol berbeda yaitu Masyumi, NU dan PPP.

Laksana air, peraih gelar Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo, ini seorang tokoh nasional, yang mampu berperan ganda dalam satu situasi, yakni sebagai ulama dan politisi. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel dan akomodatif dengan tetap berpegang pada tradisi dan prinsip Islam yang diembannya. Demikian pula sebagai politisi, ia mampu melakukan gerakan strategis, kompromistis, bahkan pragmatis. Dengan sikap dan peran ganda demikian, termasuk kemampuan mengubah warna kulit politik dan kemampuan beradaptasi terhadap penguasa politik ketika itu, ulama dari Madrasah Pondok Modern Gontor, ini tidak kuatir mendapat kritikan dan stereotip negatif sebagai tokoh yang tidak mempunyai pendirian, bunglon bahkan avonturir.

Peran ganda dan kemampuan beradaptasi dan mengakomodir itu kadang kala membuat banyak orang salah memahami dan mendepksripsi diri, pemikiran serta sikap-sikap socio-polticnya.

Namun jika disimak dengan seksama, sesungguhnya KH Idham Chalid yang berlatarbelakang guru itu adalah seorang tokoh nasional (bangsa) yang visi perjuangannya dalam berbagai peran selalu berorientasi pada kebaikan serta manfaat bagi umat dan bangsa.
Dengan visi perjuangan seperti itu, pemimpin NU selama 28 tahun (1955-1984), itu berpandangan tak harus kaku dalam bersikap, sehingga umat selalu terjaga kesejahteraan fisik dan spiritualnya. Apalagi situasi politik di masa demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila, tidak jarang adanya tekanan keras dari pihak penguasa serta partai politik dan Ormas radikal.

Sebagaimana digambarkannya dalam buku biografi berjudul "Idham Chalid: Guru Politik Orang NU" yang ditulis Ahmad Muhajir (Penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Juni 2007) bahwa seorang politisi yang baik mestilah memahami filosofi air.

"Apabila air dimasukkan pada gelas maka ia akan berbentuk gelas, bila dimasukkan ke dalam ember ia akan berbentuk ember, apabila ia dibelah dengan benda tajam, ia akan terputus sesaat dan cepat kembali ke bentuk aslinya. Dan, air selalu mengalir ke temapat yang lebih rendah. Apabila disumbat dan dibendung ia bisa bertahan, bergerak elastis mencari resapan. Bila dibuatkan kanal ia mampu menghasilkan tenaga penggerak turbin listrik serta mampu mengairi sawah dan tanaman sehingga berguna bagi kehidupan makhluk di dunia. (Hal 55)
Sebagai ulama dan politisi pelaku filosofi air, Idham Chalid dapat berperan sebagai tokoh yang santun dan pembawa kesejukan. Apresiasi ini sangat mengemuka pada acara peluncuran buku otobiografi: "Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab Politik NU dalam Sejarah", di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis 6 Maret 2008.

Buku otobiografi Idham Chalid itu diterbitkan Yayasan Forum Indonesia Satu (FIS) yang dipimpin Arief Mudatsir Mandan, yang juga anggota Komisi I DPR dari PPP, juga selaku editor buku tersebut. Idham Chalid sendiri tengah terbaring sakit di rumahnya Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.

“Saya kira tidak ada tokoh yang bisa seperti beliau. Ketokohannya sangat menonjol, sehingga pernah memimpin partai politik pada tiga parpol berbeda yaitu Masyumi, NU dan PPP,” kata Wapres Jusuf Kalla mengapresiasi sosok Idham Chalid, saat memberi sambutan pada acara peluncuran buku tersebut.

”Beliau itu moderat, bisa diterima di ’segala cuaca’, berada di tengah, oleh sebab itu ia bisa diterima di mana-mana. Ia berada di tengah titik ekstrem yang ada,” ujar Kalla dihadapan sejumlah undangan, antara lain Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua DPR Agung Laksono, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, dan sejumlah anggota kabinet dan DPR.

Menurut Jusuf Kalla, sikapnya yang moderat hanya bisa dijalankan oleh orang yang santun. "Hanya orang santunlah yang bisa bersikap moderat,” puji Jusuf Kalla untuk menegaskan bahwa Idham Chalid merupakan sosok ulama dan politisi yang moderat dan santun. Itulah sebabnya, ia bisa diterima di berbagai era politik dan kepemimpinan bangsa.
Menurut Wapres, jika berada di titik yang sama ekstremnya, maka selain demokrat, sosok politik orang yang menjalani itu sudah pasti santun. ”Karena itu, sikap yang santun bisa menjaga suasana kemoderatan,” katanya.
Idham Chalid yang memulai karir politik dari anggota DPRD Kalsel, seorang ulama karismatik, yang selama 28 tahun memimpin Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pernah menjadi Wakil Perdana Menteri pada era pemerintahan Soekarno, Menteri Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Sosial pada era pemerintahan Soeharto dan mantan Ketua DPR/MPR. Idham juga pernah menjadi Ketua Partai Masyumi, Pendiri/Ketua Partai Nahdlatul Ulama dan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara itu, editor buku, Arief Mudatsir Mandan, mengemukakan, Idham Chalid satu-satunya Ketua Umum PBNU yang paling lama dan bukan ”berdarah biru” NU. Menurutnya, selama kepemimpinan Idham, NU tidak pernah bergejolak. Kendati ia sering dinilai lemah, tetapi sebenarnya itulah strateginya sehingga bisa diterima berbagai zaman,” ujar Arief Mudatsir Mandan.